Hampir tiga tahun sudah, saya berada disini.
Sebuah organisasi kecil yang di ibaratkan bak kecambah yang sedang beranjak
tumbuh menjadi dewasa. Memiliki batang yang kokoh, kemudian berbunga dan
mengahasilkan buah. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk tidak memahami
bagaimana kondisi sesuatu yang kusebut rumah ini. Kekosongan agenda di
awal-awal terbentuknya menjadi tantangan tersendiri bagi pengurus awal
organisasi ini, bagaimana mereka harus memutar otak agar bila saatnya mereka
satu persatu harus menyelesaikan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa,
organisasi ini sudah siap untuk ditinggalkan dan dititipkan pada pengurus
selanjutnya.
Saya memang tidak menjadi bagian langsung
terbentuknya organisasi ini, tapi saya menjadi penerus yang harus menlanjutkan
perjuangan para inisiator terbentuknya rumah ini. Eksistensi yang belum terlalu
tinggi membuat organisasi ini kerap kali anggap sebelah mata oleh sebagian
mahasiswa. Keberadaannya yang belum terlalu membumi dikalangan mahasiswa
membuat beberapa agenda juga terbilang sepi. Tapi, ya begitulah organisasi
kampus sekarang memang sepi peminat. Jika alasan terganggu akademik menjadi
alasan klasik mahasiswa untuk tak berorganisasi, tapi buktinya organisasi yang bergerak
di bidang ilmy juga jarang diminati. Ternyata, bukan itu satu-satunya
alasannya. Berorganisasi atau tidak itu murni hak pribadi, tapi saya menyayangkan
jika waktu mahasiswa kita hanya habis untuk kuliah, kantin, lalu pulang, begitu
terus setiap hari.
Organisasi ini mengajarkan saya banyak hal, dari
saya yang malas sekali untuk membaca akhirnya senang membaca. Yang gak punya
bakat sama sekali dalam menulis dan sampai sekarang mulai membiasakan menulis,
meski hanya di blog pribadi yang topiknya pun masih gado-gado gak jelas dan
seringkali salah diksi. Ya tapi begitulah, semua butuh proses. Dan proses
inilah yang mungkin tidak didapatkan mahasiswa lain. Dalam berorganiasi
fenomena bersitegang dengan sesama anggota bukanlah seuatu hal yang aneh lagi,
perbedaan pendapat yang mencolok dalam menentukkan atau mengambil suatu
keputusapun seringkali menjadi perdebatan Panjang yang berujung pada akhir yang
harus menyesakkan hati salah seoarang dianataranya. Tapi, disisi lain inilah
proses belajar, belajar menjadi lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan, belajar
bagaimana agar kita tetap bisa mengambil keputusan yang bijaksana tanpa harus
mengorbankan salah satu atau bahkan keduanya, atau membuat yang lain terluka.
Di hadapkan dengan persoalan kepanitian yang tak berkesudahan,
dibenturkan dengan agenda-agenda yang bertabrakan dengan jam kuliah seringkali
saya alami. Bukannya kapok dan berhenti, tapi akhirnya kepadatan agenda membuat
saya belajar bagaimana harusnya menata ulang waktu agar semua bisa terlakasanakan.
Waktu libur yang sering kali harus dikorbankan untuk rapat juga kerap kali
menimbulkan keluh kesah yang tek berkesudahan, namun seiring berjalannya waktu
akhirnya saya sadar waktu saya menjadi lebih produktif dari sebelumnya. Jika
hari libur hanya digunakan untuk kerja gak jelas dan dihabiskan untuk nonton
drama dikossan, mending ikut rapat yang hasilnya juga insyaAllah bermanfaat.
Semua hanya tergantung niat, bagaimana kita
menjadikan sesuatu itu sebagai suatu hal yang baik dan bermanfaat untuk diri
kita pribadi juga untuk orang lain. Niat kita mungkin bisa berubah-ubah,
semangat kita juga bisa naik turun, tapi kita juga bisa terus memperbaiki niat
itu dan menjaga semangat itu selagi hati kita masih di sana, di suatu tempat
yang bisa kita sebut sebagai “rumah” kedua kita.
Komentar
Posting Komentar